Apakabar 2021?
Mengalami badai pandemi yang menyerang tanpa ampun sepanjang tahun 2020, entah apa yang bisa kita harapkan di tahun 2021 ini. Kalau diingat-ingat, dulu saat virus muncul pada Desember 2019 di Wuhan, China, waktu itu namanya masih flu wuhan sampai adegan penjemputan Mahasiswa Indonesia Februari 2020, waktu itu belum menyangka kalau wabah ini bakal menyebarkan horror ke seluruh penjuru dunia dan memakan banyak korban. Flu Wuhan kemudian berubah menjadi 2019-nCov (novel corona virus), agar tidak diasosiasikan dengan satu wilayah -walaupun sebenarnya sudah bukan rahasia lagi- dan di awal tahun 2020, WHO memberikan nama resmi yaitu Covid-19 (Corona Virus Disease-2019).
Dunia di era borderless world, era revolusi industri 4.0 dengan AI nya, dengan segala kemajuan teknologinya termasuk dunia medis, dibuat tak berdaya. Tak nampak tapi nyata, siap menyerang siapa saja dengan strategi yang berbeda-beda. Ibarat hantu, semua bisa ketempelan, ada yang ditempelin dalam waktu lama, ada juga yang ketempelan sehari dua hari, ada juga orang-orang sakti yang mampu bikin si hantu terpental. Seperti juga hantu, cara mengusir covid-19 masih menjadi misteri. Dalam kasus hantu, ada yang mengusir menggunakan bawang, dengan merapal mantra, doa, eksorsisme, bakar kemenyan, dan cara lain yang tak bisa dipastikan efektifitasnya.
Pun Covid-19 ini hingga saat ini belum ada obatnya, semua tergantung pada kekuatan masing-masing individu. Banyak testimoni yang mengatakan kalau Covid-19 dapat sembuh dengan minum minyak kayu putih, makan bawang putih mentah, atau ramuan herbal tertentu. Secara medis, penyakit ini secara umum diredakan melalui terapi vitamin C dan D dosis tinggi, Zinc, antibiotik dan berbagai macam antivirus. Akan tetapi semua itu pada dasarnya diberikan untuk meningkatkan imun dalam tubuh agar mampu mengalahkan ataupun sekedar bertahan dari serangan Covid-19. Durasi bertahan Covid-19 juga berbeda-beda, tak bisa ditebak. Gejala pun beragam. Covid-19 bisa memunculkan kembali luka-luka lama yang telah kita lupakan, memunculkan dan memperbesar magnitudo penyakit yang pernah kita derita.
Kadang saya merasa penyakit ini adalah pendukung loyal ide Hitler, atau versi imaginernya ide Thanos. Bedanya, jika Hitler memilih memusnahkan orang-orang yang dianggap kurang sempurna ataupun kurang disenangi dengan sadis, Thanos memusnahkan populasi secara acak dengan cukup menjentikkan jari. Sedang Covid-19 memilih korbannya secara acak dan menginvasi dan merongrong dari dalam dan menumbangkan tubuh yang tak mampu melawannya. Wajar sebenarnya kalau banyak teori konspirasi tentang wabah ini dan harus diakui beberapa teori mungkin-mungkin aja benar. Banyak yang percaya kalau wabah ini sengaja disebarkan oleh orang ataupun kelompok orang yang percaya dengan teori pengurangan populasi bumi (mirip lah dengan ide Thanos) atau kalau pernah baca -Inferno-Dan Brown- atau mungkin nonton versi movie nya yang dibintangi Tom Hank, kayak-kayak gitulah konsepnya. Ataupun teori konspirasi dengan ide yang lebih umum (sering jadi topik di film2) kalo virus ini disebarkan oleh orang dibalik perusahaan farmasi raksasa demi meraup keuntungan terhadap antivirus/ vaksin yang telah diciptakan. Atau bisa jadi diciptakan oleh raksasa-raksasa marketplace atau penguasa dompet digital. Bisa juga wabah ini memang hanya siklus alam semesta yang sebenarnya telah terjadi berulang-ulang sepanjang sejarah eksistensi manusia. Dari catatan sejarah yang kita selalu bisa survive oleh gempuran wabah rang Jawa biasa menyebutnya "Pagebluk" walau berdarah-darah (salahsatu buku yang me-record sejarah pertarungan manusia dengan wabah: -Homo Deus-Yuval Harari-)
Bagaimanakah kedepannya? apakah serangan wabah ini akan merubah masa depan? Sebenarnya yang namanya masa depan itu pastinya unpredictable. Kalo sudah ketahuan sih namanya jadi sejarah :)). Tentunya merasakan ketidakpastian masa depan akibat terhadap kondisi saat ini sangatlah wajar. Banyak sekali pantangan yang sering bikin kita stress, misal gak boleh berkerumun, gak boleh ngobrol di kendaraan umum, harus pake masker kemana-mana, gak bisa mudik sewaktu-waktu, dan banyak aturan-aturan yang dengan enggan kita ikuti untuk menjaga diri kita dari musuh tak kentara ini. Kalau ada 5 tahapan emosional manusia dalam menghadapi hal buruk -denial-angek-bargaining-depression-acceptance- saya merasa 5 tahapan ini terus berputar-putar tanpa henti. Sering nggak sih ngebatin, menggumam atau bahkan mengumpat .... Ini mau sampai kapan sih harus kayak giniiii.... arghhhh....
Walaupun begitu, somehow, someday, we know... ini akan terlewati, entah karena virusnya bermutasi menjadi less dangerous, atau kitanya yang akan terus beradaptasi seperti yang telah terukir dalam sejarah ke -survive- an manusia selama ber abad2 adalah karena kemampuan adaptasinya.
Comments
Post a Comment